Minggu, 24 Januari 2010

Resensi Buku "The Trouble with Islam Today"

A.ADA APA DENGAN BUKU INI
Buku Irshad Manji terbitan 2003 berjudul "The Trouble with Islam Today" akhirnya terbit dalam bentuk terjemahan bahasa Indonesia, "Beriman Tanpa Rasa Takut" yang mengandung banyak kontroversial, Dalam buku kontroversial ini, Irshad Manji memaparkan kelemahan Islam yang paling mendasar: terorisme atas nama agama, kebencian berlebihan terhadap umat lain, dan pengkultusan Al-Quran. Namun, buku ini menggali lebih dalam lagi, menawarkan visi reformasi Islam yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman. Manji ingin menghidupkan kembali tradisi ijtihad", yang hilang selama ratusan tahun dari peradaban Islam. Inilah buku yang menginspirasi jutaan umat Islam di dunia untuk bangkit dan introspeksi.
Ijtihad yang dijadikan tema utama dalam hidup Irshad Manji sebagai muslimah itu memang seharusnya menjadi bagian terpenting dalam menjalankan agamanya bagi Ummat Islam. Tapi yang terjadi adalah justeru sebaliknya yaitu taqlid (main telan) terhadap apa yang disuapkan oleh orangtua dan masyarakat sekeliling sejak usia kanak- kanak atas nama Pendidikan., yang merupakan bagian dalam merealisasikan instink biologis yang bersumber dari Limbic System dalam Otak Mammalia di benak kepala Homo sapiens sapiens itu, mengandung sifat pemaksaan tak ubahnya praktik brain washing. Termasuk pendidikan agama dan moral yang dimulai dari lingkungan di dalam rumah itu!
Dan selanjutnya tentulah juga pendidikan di lingkungan luar rumah, misalnya di sekolah-sekolah. Lewat pendidikan itulah lahir berbagai macam manusia dengan perangai yang aneka rupa, bahkan dalam keanekarupaan itu terdapat pula yang saling bertentangan, dan kadangkala pertentangan itu berujung kepada kekerasan yang menelan korban nyawa dan harta. Gandhi yang menentang semua bentuk kekerasan dengan Ahimsa-nya itu juga dalam hidupnya mengalami nasib yang sama yaitu harus meniti jalur pendidikan yang secara garis besarnya sama dengan itu.. Irshad Manji juga menjalani nasib yang sama. Yang menarik adalah, bahwa baik Manji maupun Gandhi tampaknya sama- sama menolak nilai-nilai yang dominan dicekokkan atau di-brain- washed-kan lewat jalur pendidikan tersebut, dan berhasil menawarkan yang berbeda itu. Jelaslah mereka telah dengan berani berfikir bebas di luar jalur utama, dan berani mengusung hasil pemikiran tersebut ke ranah publik. Ummat Islam yang memilih jalan Ijtihad adalah mereka yang kembali kepada fitrahnya yang biologis, yang terwarisi berupa instink dalam Limbic System di Otak Mammalia itu. Buku terbitan 2003 berjudul "The Trouble with Islam Today" yang sekarang terbit di Negeri ini dalam terjemahan bahasa Indonesia merupakan tantangan bagi Ummat Islam
Judul: Beriman Tanpa Rasa Takut (Tantangan Umat Islam Saat Ini) Penulis: Irshad Manji (Satu dari Tiga Muslimah Dunia yang Menciptakan Perubahan Positif dalam Islam)namu dibalik kepositifannya mencoreng dan memapaparkan dan menyebarluaskan ajaran yang anti agama atau membebaskan seseorang dari faham agama yang sangat berdampak bagi ummat apabila membacanya terutama perempuan yang anti kekerasan dan ketidak adilan dalam segala hal oleh sebab itu kehadiran buku ini telah memicu banyak perdebatan dan kontroversial di kalangan dunia barat termasuk didalamnya Islam, namun banyak juga yang memberikan inspiratif positif atas kehadiran buku ini dan ada juga yang menetang keras atas kehadiran buku ini alasannya adalah Irsyad Manji dengan sengaja membeberkan dihadapan dunia kelemahan-kelemahan ummat Islam yang dengan sendirinya akan berdampak Negatif terhadap ajaran Ialam. The Jakarta Post Tidak sedikit umat Islam yang dididik untuk membenci Kristen dan Yahudi. Buku ini memaparkan sejarah kebencian tersebut. Musdah Mulia, Litbang Depag RI Beriman Tanpa Rasa Takut (versi, The Trouble with Islam Today) berpendapat kehadiran sebuah buku tentang Islam yang inspiratif sekaligus kontroversial saat ini. Sejak terbit, Irshad Manji, penulisnya, menerima banyak ancaman pembunuhan dari para penentangnya, kelompok fundamentalis. Sejumlah negara Arab melarang buku ini masuk ke wilayahnya.
Namun, jutaan umat Islam terinspirasi oleh perjaungan Irshad Manji setelah membaca buku ini, dan segera bangkit untuk berjuang melawan penindasan atas nama agama di komunitas-komunitas mereka sendiri. Terbit pertama kali pada tahun 2003, buku ini telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa, mencakup Arab, Persia, Prancis, Urdu, Malaysia, dan Indonesia; menjadi buku bestseller dan bacaan wajib bagi kaum muslim yang berpikiran kritis, para aktivis hak asasi manusia, yang mendambakan reformasi di tubuh umat Islam. Di negara-negara di mana buku ini disensor, Irshad masih mampu menyapa para pembacanya dengan cara mem-posting terjemahan buku ini di website-nya. Terjemahan bahasa Arab sendiri telah dibaca oleh jutaan orang Arab dan menjadi kasak-kusuk hebat di kalangan pemuda Timur Tengah, terutama para perempuannya, yang ingin bebas dari penjara atas nama agama di negeri mereka.
Di buku ini Irshad Manji memaparkan kelemahan-kelemahan dalam Islam yang paling mendasar: terorisme atas nama agama, posisi perempuan muslim yang tertindas; kebencian yang berlebihan terhadap umat agama lain; dan pembacaan Al-Quran yang terlampau literal. ia visi reformasi Islam yang lebih menghormati umat lain, kaum perempuan, dan merangsang pikiran untuk keluar dari kepicikan. Manji berseru kepada dunia Islam untuk menghidupkan kembali, tradisi berpikir independen yang hilang selama ratusan tahun dari peradaban. Tak peduli ancaman pembunuhan yang ia terima, ia berkeliling dunia, menggugah orangIslamuntukterusbertanya.

B. KONSEP PEMIKIRAN IRSHAD MANJI
1. Islam harus ditafsirkan terus-menerus sesuai dengan rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat.
2. Saat ini Islam mengalami krisis yang akan mengancam dan menyeret seluruh dunia ke dalamnya. Memang semua agama memiliki kelompok fundamentalis sendiri-sendiri yang menerapkan tafsiran harfiah, namun di agama Islam kelompok fundamentalis merupakan kelompok mainstream. Obsesi kelompok fundamentalis untuk menelan ajaran Islam secara harfiah merupakan penyebab semua masalah yang melanda Islam saat ini. Pola pemikiran seperti itulah yang menyebabkan muslim menganggap dirinya sebagai kelompok superior dan mendiskriminasi perempuan serta orang lain yang memiliki pandangan berbeda. Pola seperti itu pula yang menjadi kekerasan, serangan bunuh diri, dan terorisme.
3. Tafsiran yang anti-demokrasi dan anti- perempuan bukanlah sesuatu yang tidak bisa diubah. Masih ada alternatif. Dan satu-satunya alternatif untuk itu adalah dengan menghidupkan kembali Ijtihad, tradisi berpikir independen dalam Islam. Tradisi itu mengajak setiap muslim untuk tidak secara mentah- mentah atau harfiah menerima ajaran Islam.
4. Ketidakmampuan muslim untuk turut ambil bagian dalam dunia modern saat ini bukan karena faktor luar seperti kolonialisme, melainkan karena adanya penindasan terhadap pandangan bebas dan kritis. Manji menantang kaum muslim untuk kembali menentukan nasibnya sendiri dengan mengembalikan pandangan bebas dan kritis guna memperbaharuiâ Islam untuk abad ke-21.
5. Manji mendorong kaum intelektual Barat untuk mengkritik Islam. Menurutnya kritik sangat untuk membawa pembaharuan yang dibutuhkan. Di Barat, filsafat multikulturalisme sudah berubah menjadi pandangan ortodoks, yang membuat orang Barat cenderung bersikap cuek dengan permasalahan di tempat lain. Orang-orang Barat akut dicap bersikap rasialis jika mengkritik Islam. Namun, menurut Manji, mengkritik Islam untuk membela hak asasi manusia bukanlah tindakan rasionalisalis. Kebudayaan layak dihormati selama budaya itu juga menghormati. Menurutnya kritik sangat dibutuhkan untuk membawa pembaharuan yang dibutuhkan. Di Barat, filsafat multikulturalisme sudah menjadi pandangan ortodoks, yang membuat orang Barat cenderung bersikap cuek dengan permasalahan di tempat lain. Orang-orang Barat takut dicap bersikap rasialis jika mengkritik Islam. Namun, menurut Manji, mengkritik Islam untuk membela hak asasi manusia bukanlah tindakan rasialis. Kebudayaan layak dihormati selama budaya itu juga menghormati.

C. INSPIRASI DAN KONTROVERSI PEMIKIRAN
1. Sebagai monoteis pertama di muka bumi, kaum Yahudi meletakkan dasar-dasar bagi kaum Kristen dan kaum muslim. Jadi, bukanlah kaum muslim Arab yang menemukan Tuhan yang satu, umat Islam menamai ulang Dia sebagai Allah . Allah adalah kata Arab Tuhan kaum Yahudi dan Kristen. Namun umat Islam saat ini kurang mengapresiasi fakta sejarah tersebut. (Hlm. 62).
2. Jika saja lebih banyak dari kita yang tahu bahwa Islam adalah produk yang saling berkaitan, bukan sebagai sebuah jalan hidup utuh yang orisinal jika saja kita bahwa
kita adalah makhluk hasil persilangan spiritual akankah kita lebih mau menerima yang lain ? Kenapa kita begitu enggan untuk mengakui pengaruh-pengaruh luar, kecuali ketika kita Barat atas aneka luka kolonial yang kita derita. Yang, pada gilirannya, memunculkan sebuah: Apakah Islam lebih picik daripada agama-agama dunia lainnya? (Hlm. 143).
3. Pilih satu negara muslim, negara muslim mana saja, dan penghinaan paling brutal akan segera menyentak kesadaranmu. Di Pakistan, rata-rata dua perempuan mati setiap hari akibat pembunuhan demi kehormatan , sering kali atas nama Allah yang diucapkan oleh mulut para pembunuh. Di Malaysia, seorang perempuan muslim tidak bisa melakukan perjalanan tanpa izin dari seorang lelaki. Di Mali dan Mauritania, anak-anak lelaki dirayu masuk perbudakan oleh para pemaksa muslim. Di Sudan, perbudakan terjadi di tangan para milisi muslim. Di Yaman dan Yordania, pekerja kemanusiaan Kristen ditembak begitu saja. Di Bangladesh, seniman yang mengadvokasi hak-hak religius kelompok minoritas dipenjarakan atau diusir ke luar negeri. Semua itu terdokumentasi dengan baik. (Hlm. 72).
4. Sebagian besar kaum muslim memperlakukan Al-Quran sebagai dokumen yang harus ditiru (diimitasi) ketimbang harus diinterpretasikan. Dan hal itu membunuh kemampuan kita untuk berpikir bagi diri kita sendiri. (Hlm. 75).
5. Al-Quran tidak secara transparan bersifat egaliter terhadap perempuan. Al-Quran tidak secara transparan bersifat apa pun selain banyak teka-teki. ....kaum muslimlah yang memproduksi banyak keputusan dengan mengatasnamakan Allah. Keputusan-keputusan yang kita buat berdasarkan Al-Quran tidak didiktekanolehTuhan: Kita membuatnya melalui kehendak bebas kita sebagai manusia. (Hlm. 82).
6. Al-Quran umat Yahudi dan Nasrani untuk tetap tenang. Tidak ada yang perlu mereka takutkan atausesalkan selama mereka tetap setia pada kitab suci mereka. Tetapi di sisi lain, Al-Quran secara terang-terangan menegaskan bahwa Islamlah satu- satunya keyakinan yang benar . (hlm.85-86).
7. Al-Quran juga tidak mendorong kaum muslim untuk memposisikan kaum Yahudi dan Kristen sebagai teman. Bahkan kita tidak diperkenankan untuk menjadi salah satu dari mereka. Al-Quran mengatakan mereka sebagai orang yang tidak adil yang tidak diberi petunjuk oleh Tuhan . Ada pembahasan mengenai penaklukan, pembantaian, dan pemberian pajak khusus kepada kaum non-muslim sebagai upeti kepada para penakluk muslim mereka. Itu semua merupakan tema yang membuat darah mendidih. Hal-hal semacam itulah yang pembenaran kepada beberapa kaum muslim yang melecehkan dialog antar-iman untuk pemeluk agama lain. Bagi mereka yang berpaham demikian, non-muslim boleh eksis, tapi tidak boleh eksis pada tingkatan yang sama seperti kaum muslim. Bahkan, sama sekali tidak mungkin mencapai tingkatan kaum muslim, karena Islam bukanlah salah satu keyakinan dari sekian banyak keyakinan lain. Islam jauh lebih superior di atas yang lain. Karena Islam membawa wahyu yang sempurna dan nabi yang terakhir. Bukankah membaca Al-Quran dengan cara seperti ini adalah suatu pilihan juga? Tapi, kita tidak sadar jika kita sedang memilih cara yang ini. (Hlm. 88).
8. Ketika pintu ijtihad tertutup, hak berpikir independen hanya menjadi milik eksklusif kelompok mufti, ulama ahli hukum, di setiap kota atau negara. Sampai hari ini, kata Mahmoud, para opini-opini hukum, yang disebut fatwa, sesuai dengan asas-asas mazhab mereka. Kumpulan fatwa itu berfungsi sebagai manual terutama bagi para mufti yang kurang atau kurang mampu. Kurang kreatif? Kurang mampu? Kurang mampu ketimbang siapa? Anda atau aku? Apa kita masih membutuhkan mereka? Daripada terus menjiplak jiplakan mereka, bukankah lebih baik kita dengan sekuat tenaga mengguncang-guncang pintu ijtihad supaya terbuka? (Hlm. 114).
9. Lihatlah contoh lain bagaimana kita memuja pengulang- ulangan: hukum Syariah. Selalu dikatakan bahwa Syariah mewakili ideal-ideal Islam. Sebagian besar muslim beranggapan bahwa Syariah adalah sesuatu yang suci. Sebagian besar Syariah, tulis seorang pembela reformasi, Ziauddin Sardar, tak lebih daripada sekadar pendapat hukum dari para hakim klasik dengan kata lain, Syariah adalah milik keempat Mazhab Sunni. Diciptakan selama masa kerajaan Islam, kode-kode hukum ini terus-menerus dijiplak sejak saat itu. Itulah sebabnya, kata Sardar, kapan saja Syariah diberlakukan di luar konteks waktu ketika dirumuskan dan jauh di luar jangkauan kita maka masyarakat-masyarakat muslim akan menyaksikan suasana zaman pertengahan. Kita menyaksikan penerapannya di Saudi Arabia, Iran, Sudan, dan Afghanistan pada era Taliban. (Hlm. 115).
10. Berikut ini adalah barometer lain dari kemunafikan Arab: Selama bertahun-tahun, Kuwait mendonasikan lebih sedikit daripada donasi Israel kepada badan-badan PBB yang peduli terhadap nasib pengungsi Palestina. Arab Saudi juga tak mampu mengungguli donasi Israel meskipun uang mereka dari penjualan minyak terus menebal. Dan sekarang? Meskipun pundi-pundi uang mereka begitu berlimpah dan luas negaranya begitu besar untuk bisa ditinggali pengungsi Palestina, namun pemerintah Saudi tidak akan pernah menerima orang Palestina sebagai warga negara mereka. Sebaliknya, mereka akan mengumpulkan dana amal melalui program resmi di televisi yang sangat panjang, guna mendanai para pengebom bunuh diri. Mereka juga akan menghadiahi para keluarga pengebom bunuh diri yang berhasil dengan imbalan ibadah haji ke Makkah. Semua biayanya ditanggung pemerintah Saudi. (Hlm. 164-165).
11.Taslima Nasrin, seorang penulis dan dokter feminis yang dikucilkan di Bangladesh, contoh konkret tentang apa yang telah dia alami jauh sebelum orang Saudi menjadi kaya. Saat kecil, katanya, aku diberi tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu. Segala sesuatu berarti segala sesuatu. Jadi, Allah seharusnya tahu bahasa Bengali, bukan? Dia bertanya kepada ibunya, Bagaimana mungkin aku harus shalat dalam bahasa Arab? Ketika aku ingin berbicara dengan Allah, kenapa aku harus menggunakan bahasa orang lain? Ibunya tidak mengungkapkan alasan yang memuaskan, kecuali sebuah jawaban yang itu-itu saja. (Hlm. 218). 12. Apakah Al-Quran ditulis Allah dari awal sampai akhir? Sepanjang dekade-dekade pertama Islam, dengan sedikit waktu mencerna keyakinan yang baru itu, orang Arab meraih sukses militer internasional atas nama Allah. Bisa dipahami jika pengumpulan ayat- ayat Al-Quran harus dipercepat untuk memenuhi tekanan sebuah dinasti. Dalam sebuah esai revolusioner yang berjudul Apakah Al- Quran itu? , The Atlantic Monthly menceritakan seorang panglima yang kembali dari Azerbaijan. Sang panglima memperingatkan khalifah ketiga, Usman, bahwa para mualaf mulai bercekcok tentang apa yang dikatakan Al-Quran. Dia memohon kepada Khalifah Usman untuk mendahului orang-orang ini sebelum mereka terseret ke dalam pertikaian, sebagaimana yang telah dialami oleh kaum Yahudi dan Kristen. Khalifah Usman segera menitahkan untuk membukukan Kitab Suci. Wahyu-wahyu yang dihafal akan ditulis dan perkamen-perkamen ayat-ayat suci yang terpencar-pencar akan dikumpulkan, semuanya akan didistribusikan sebagai sebuah versi Al-Quran. Salinan-salinan tidak atau tidak resmi akan dimusnahkan. Pertanyaannya: Setelah disetujui dengan terburu-buru, bagaimana jika versi yang sempurna ternyata kurang sempurna? (Hlm. 222).
13. Jalan ke depan harus berusaha menjawab tiga tantangan pada saat yang sama. Pertama, merevitalisasi ekonomi dengan melibatkan potensi perempuan. Kedua, memberikan tantangan pada bangsa Arab padang pasir untuk melakukan penafsiran yang beragam terhadap Islam. Ketiga, bekerja sama dengan Barat, bukan melawannya. (Hlm. 242).
14. Bertanyalah tentang uang yang Anda sumbangkan ke lembaga amal. Âtau sejumlah lembaga donor tanpa disadari membiayai sekolah- sekolah dan - sosial yang dijalankan oleh kelompok fundamentalis Islam. Para fundamentalis ini menekan para lelaki untuk pergi ke masjid (dan) para perempuan untuk membungkus tubuh mereka. Mereka mendorong diakhirinya sekolah yang mencampur lelaki dan perempuan bersama, melarang para gadis untuk belajar sains, olahraga, dan seni. Mereka menganjurkan pendidikan yang kebencian terhadap kelompok lain. (Hlm. 290).
15.Setelah banyak bereksplorasi, interpretasi pribadiku terhadap Al-Quran membawaku pada tiga pesan yang baru saja kudapatkan. Pertama, hanya Tuhan yang sepenuhnya tahu kebenaran dari segala hal. Kedua, hanya Tuhan yang bisa orang yang tak beriman, dan itu berarti bahwa hanya Tuhan yang tahu apa itu keimanan sejati. Ketiga, kesadaran kita membebaskan diri kita untuk merenungkan kehendak Tuhan tanpa kewajiban apa pun untuk tunduk pada tekanan dari prinsip atau faham tertentu†(Hlm. 310).
Irshad Manji adalah seorang feminis muslim Kanada, penulis, jurnalis, dan juga aktivis hak asasi manusia. Ia adalah direktur Moral Courage Project di New York; Moral Courage Project mengajari para pemuda untuk menyuarakan kebenaran di komunitas- komunitas mereka. Manji adalah seorang kritikus terhadap Islam radikal dan - ortodoks atas Al-Quran. Ia mengadvokasi bangkitnya pemikiran kritis, yang dikenal sebagai ijtihad dalam tradisi Islam. Demi tujuan itu, dia mendirikan Project Ijtihad, sebuah organisasi internasional untuk menciptakan jaringan umat Islam yang tertarik dengan reformasi Islam. Ia merupakan sebuah lembaga yang akan membantu para muslim muda untuk memimpin reformasi Islam.
Sebagai seorang jurnalis, tulisan-tulisannya muncul di banyak media, dan dia pembaca dari Amnesti Internasional, PBB, Democratic Muslims di Denmark, Royal Canadian Mounted Police. Dia juga sering tampil di jaringan televisi dunia, mencakup Al Jazeera, CBC, BBC, MSNBC, C-SPAN, CNN, PBS, The Fox News Channel, dan The CBS Evening News. Melihat kepemimpinan dan prestasinya, Oprah Winfrey menghargainyadengan Chutzpah Award atas keberanian, tekad, ketegasan, dankeyakinannya . Majalah Ms. menabalkan Irshad sebagai Feminis Abad21 . Macleanâ memberinya penghargaan Honor Roll di tahun 2004 pada Hari Perempuan Internasional tahun 2005, The Jakarta Postmengakui Irshad sebagai satu dari tiga muslimah yang mampu perubahan positif dalam Islam.

D.PENGAKUAN ATAS BUKU INI,
Semangatnya melampaui zamannya. Membaca buku ini bagai membaca wahyu. The New York Times Sebuah seruan keras bagi setiap muslim untuk jujur pada diri sendiri, dan kembali kebenaran yang selama ini diyakininya. Ifdhal Kasim, Ketua Komnas HAM, Manji adalah suara-suara terpendam dari kaum muslim yang kritis namun takut bicara. Ayu Utami, Penulis Sebuah buku berani yang ditulis oleh seorang muslimah yang tidak takut mati! Lola Amaria, Artis Aku sangat terkejut dengan apa yang dia katakan. Dan sungguh- sungguh berterima kasih. Hesham, Muslimwakeup. Buku ini bisa menjadi mimpi buruk bagi Osama bin Laden. United Press International Seruan yang keras dan jelas untuk melakukan reformasi dan bersikap jujur. Sinis, blak blakan, sedikit kurang ajar, tapi sangat berguna.
The Globe and Mail Yang ditolak Manji sebenarnya sederhana, Ia tidak menerima bahwa Islam adalah struktur yang stagnan dan tak dapat diubah. The Friday Times (Pakistan) Gerakan-gerakan demokratik yang kini muncul telah menunjukkan bagaimana banyak kaum muda muslim ingin menyuarakan aspirasi- aspirasi mereka dan mencapai potensi mereka sepenuhnya. Jika Anda ingin merasakan suara mereka, bacalah buku Manji yang berani ini. Thomas Friedman, The New York Times Lebih agung, jauh lebih agung, ketimbang seorang gadis yang bertemu dengan Tuhannya. O, The Oprah Magazine Salah satu analisis terhadap Islam yang paling tajam sejak peristiwa 11 September. Philadelphia Inquirer.
Irshad Manji adalah sosok perempuan Muslimah yang Imannya Liberal dan patut di pertanyakan karena disatu sisi ia menyatakan dirinya Muslim yang beriman disisi lain yang juga menyatakan dirinya sebagai seorang yang lesbian berarti Irshad Manji, telah menembus batas agama, budaya dan negara. Artinya kalau ia telah menyatakan diri “Aku seorang muslim yang beriman”, sebuah pengakuan yang sudah barang tentu identik dengan kepatuhan total kepada Tuhan. Tetapi, pernyataan itu akan menohok kaum beriman setelah ia juga menegaskan bahwa dirinya adalah seorang lesbian.
Irshad Manji yang berfaham Liberalisme Islam, dalam manifestasinya yang muutahir adalah merupakan bagian dari Liberalisme Global. Liberalisme disini diartikan sebagai paham yang menjunjung kebebasan individu, terutama dari negara. Paham Liberalisme inilah yang sebenarnya juga merupakan sumber dari teori tentang masyarakat warga (vcivil society). Dengan menjunjung tinggi asas kebebasan individu ini, maka setiap warga negara memiliki hak-hak asasi manusia di segala bidang kehidupan, politik, ekonomi, sosial dan kultural. Hak asasi manusia ini harus dilindungi dan diperjuangan di negara-negara yang kurang memahami hak-hak asasi manusia. Kebebasan dan hak-hak asasi manusia ini adalah merupakan fondasi dari demokrasi, karena dengan asas-asas itu setiap warga negara diberi hak pilih dan dipilih.
Di bidang ekonomi, setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan sesuai dengan kemanusiaan, paling tidak hak-hak dasarnya, yaitu akses terhadap kebutuhan pokok, seperti pangan, sandang papan, kesehatan dan pendidikan yang merupakan freedom from want. Juga setiap warga berhak terhadap kebutuhan keamanan (freedom from fear) dan kebebasan berpendapat dan kebebasan beragama (freedom of spech and expresion), yang semuanya itu dijamin dalam UUD 1945 (yang asli). Namun di Dunia Islam, nilai kebebasan itu merupakan gejala baru yang sedang diperjuangkan, terutama oleh kelompok Islam liberal di Indonesia dan di Dunia Islam pada umumnya. Jika nilai-nilai kebebasan itu diharamkan oleh MUI, maka Islam itu bertentangan dengan asas kebebasan. Dalam menolak asas kebebasan ini, seringkali makna kebebasan disalah artikan, misalnya “bebas sebebas-bebasnya yang tanpa batas”, yang sebenarnya bukan kebebasan tetapi anarki. Padahal kebebasan justru bukan anarki. Ibn Taymiyah sendiri lebih memilih otoriterian dari pada anarki. Yang dimaksudkan dengan kebebasan alam Liberalisme disini adalah kebebasan yang dilembagakan dalam hukum ketata-negaraan.
Pluralisme agama yang diharamkan oleh MUI itu bersama-sama dengan multikulturalisme, juga sudah lama dikenal dalam kebudayaan Islam sejak zaman Klasik. Sejak awal penyebarannya, kaum Muslim sudah membentuk sebuah dunia yang kosmopolitan. Dalam perjumpaannya dengan budaya-budaya lokal, seperti Mesir, Maghribi, Persia, India, Turki, Asia Tengah dan Cina, penguasa-penguasa Muslim tidak memusnahkan kebudayaan-kebudayaan dan agama-agama lokal, bahkan merengkuhnya, sehingga terbentuk Islam yang warna-warni, bagaikan pelangi yang indah. Dunia Islam, sejak awal perkembangannya sudah merupakan pluralitas dan karena itu mendekatinya dengan pluralisme yang merayakan keragaman sebagai rahmat. Dalam menghadapi realitas mengenai pluralitas Dunia Islam itulah berkembang pluralisme. Karena itu maka dalam Dunia Islam terdapat berbagai kultur dan sub-kultur yang membentuk kesatuan pelangi Islam.
Tapi pluralitas yang lahir di zaman modern ini memang berbeda dengan pluralitas di zaman Klasik dan Abad Pertengahan. salah satu perbedaannya adalah pada`zaman lalu, kebudayaan Islam menjadi payung qatau tenda besar terhadap kebudayaan-kebudayaan lokal. Sekarang Islam sebagai kebudayaan, merupakan bagian dari pluralitas global, dengan kebudayaan Barat yang berintikan budaya Yudeo-Kristiani sebagai pemegang hegemoni yang mendominasi. Hal inilah yang barangkali menjadi latar belakang resistensi sebagian umat Islam (khususnya Islam-politik) terhadaop Pluralisme modern.
Irshad Manji dianggap sebagai mimpi buruk bagi Osama bin Laden. kegeramannya terhadap kekerasan yang seringkali mengatasnamakan agama tak bisa ditutup-tutupi lagi. Karenanya, ia bersikeras untuk keotentikan Islam melalui caranya sendiri. Jalan kebebasan yang ia pilih mendorongnya untuk membebaskan dirinya sendiri dari semua doktrin agama yang mengungkung dan menakutkan. Dalam, kelahiran Uganda, Afrika Timur berdarah India-Mesir ini, menemukan banyak sekali ketidaksesuaian dalam agamanya. Seperti paparannya, bahwa ia merasa harus berkata jujur pada semua orang terutama tentang dengan agamanya yang kurang begitu menyenangkan. Hidupnya bergantung pada fatwa yang mengklaim diri mereka sebagai wakil Allah (hlm.34). Mengapa ia sampai pada kesimpulan ini? Irshad Manji mengaku kenyang melihat fenomena keislaman yang sering didiskreditkan oleh Barat dan Eropa. Berdasarkan fakta-fakta yang ia himpun, ia menyaksikan betapa rapuhnya kemampuan umatnya untuk merekonstruksi logika berpikir yang seimbang dan sesuai antara kitab suci dengan realitas. Bertindak tanpa berpikir ulang adalah kebiasaan yang mengandung resiko, tetapi anehnya menurutnya tetap dilestarikan.
Di balik segala penuturannya yang jujur dan apa adanya, Irshad Manji barangkali lupa jika dirinya meneropong Islam sebagai fenomena. Secara fenomenologis, setiap orang boleh saja menyimpulkan pandangannya secara taken for granted. Seharusnya ia lebih terbuka dalam tulisannya, bahwa ia harus memilih untuk perspektif antropologiskah, sosiologis atau politik? Sehingga paparannya yang cenderung eksplosif dan emosional tidak dicibir begitu saja hanya sebagai dongeng di siang bolong. Memang tidak sedikit kritiknya atas Islam yang didasarkan pada pengalaman empiris dalam jejak rekam sejarah hidupnya yang bisa diambil sebagai pelajaran berharga untuk umatnya. Tetapi “prestasi” personalnya itu tidak akan pernah bisa melewati arus utama para pemegang otoritas dalam Islam. Selamanya! Ia benar, ketika menegaskan bahwa dirinya tidak mau bungkam atas kebiadaban dan intoleransi yang dilakukan oleh para pemegang otoritas di beberapa negeri mayoritas Muslim. Tetapi ia tidak bisa begitu saja mereduksi dan “topografi” fenomenologisnya kepad Islam.
Kalau melihat isi penuturan dalam bukunya bahwa Irshad Manji bahwa Ia adalah sosok orang berfaham Sekularisme artinya orang yang menganut faham bebas dari kekangan agama manapun, bebas untuk melakukan apa saja yang inginkan menurut kemauannya sendiri, justru itu dalam dalam bukunya ia menuturkan bahwa Ia sudah muak dengan rasa ketidak adilan dan ketidakjujuran padahal dalam ajaran agama tidak seperti itu bahwa Islam sangat mengangkat harkat dam marabat manusia pernyataanya ini hampir sama seperti apa yang dikatakan Cox, Ia mengatakann bahwa Dunia ini perlu dikosongkan dari nilai-nilai rohani dan agama. Sains akan berkembang dan maju jika dunia dikosongkan dari tradisi atau agama yang menyatakan adanya kekuatan supernatural yang menjaga dunia. Manusia harus mengeksploitasi alam seoptimal mungkin tanpa perlu dibatasi oleh pandangan hidup agama apapun. Jika dunia ini dianggap sebagai manifestasi dari kuasa supernatural, maka sains tidak akan maju dan berkembang. Jadi, dengan cara apa pun, semua makna-makna rohani keagamaan ini mesti dihilangkan dari alam. Untuk itu, ajaran-ajaran agama dan tradisi harus disingkirkan. Jadi alam tabi’i bukanlah suatu entitas suci (Divine entity).
Karna konsep sekularisasi dalam politik diistilahkan dengan desacralization of polities) yang bermakna bahwa politik tidaklah sacral. Jadi unsur-unsur rohani dan agama harus disingkirkan dari politik. Oleh karena itu pula, peran ajaran agama kepada institusi politik harus disingkirkan. Hal ini menjadi syarat untuk melakukan perubahan politik dan sosial yang juga akan membenarkan munculnya proses sejarah. Seperti halnya sekularisasi dalam dunia dan politik, sekularisasi juga terjadi dalam kehidupan, yaitu dengan penyingkiran nilai-nilai agama atau dekonsekrasi nilai-nilai. Mereka mengatakan bahwa kebenaran adalah relatif. Tidak ada nilai yang mutlak. Sistem nilai manusia sekuler harus dikosongkan dari nilai-nilai agama. Dengan konsep ini, manusia sekuler dapat tidak mengetahui kekebenaran Islam yang mutlak. Mereka akan menolak konsep-konsep Islam yang tetap karena semua hal dianggap relatif. Makna kebenaran bagi mereka adalah segala yang berlaku di masyarakat” dan bukan yang dikonsepkan dalam Al-Qur’an
Padahal konsep kehadiran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. di yakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir maupun batin. Didalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya.Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan perogresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual dalam kehidupan, agama bagi manusia sangat penting karena agama mngantarkan manusia dan memberikan petunjuk supaya dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah dimuka bumi dengan sebaik-baiknya. Namun ada yang berpendapat malah justru sebaliknya, yang mengatakan bahwa kehadiran agama itu hanya membawa malapetaka, diskriminasi, kehancuran, bahkan mengahambat kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan di dunia ini, dengan konsep seperti ini sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Namun untuk lebih jelasnya istilah sekularisme itu mengacu kepada doktrin atau peraktik yang menafikan peran agama dalam fungsi-fungsi negara . Sejak kemunculan demokrasi dan sistim ekonomi kapitalisme akan dapat dilacak kelahiran dari sekularisme, ketika agama sudah dipisahkan dari kehidupan berarti agama dianggap tak punya otoritas lagi untuk mengatur kehidupan manusia, jika demikian maka manusia itu sendirilah yang mengatur kehidupannya, bukan agama. Dari sinilah lahir demokrasi yang menjadikan manusia mempunyai peroggratif untuk membuat dan mengatur hidupnya sendiri. Dengan perkataan lain demokrasi menjadikan manusia sebagai source of power (sumber kekuasaan baik legislatif, ekskutif, maupun yuidikatif) sekaligus sebagai source of legislation (sumber penetapan hukum)
Kalau seseorang konsep pemikirannya seperti Irshad Manji maka semua orang akan berfaham sekuler yang menafikan ajaran agama terhadap segala sesuatu maka hilanglah cahaya agama dalam hatinya dan berdampak negative kepada kepada diri sendiri yaitu melakukakan sesuatu menurut kehendaknya sendiri karena tidak mendapat tekanan dari faham apapun, bahakan menutut hemat saya bahwa penulis buku ini ia tidak tahu apa yang yang ia tulis dalam artian tidak mengerti, begitu pula dengan hasil tulisan seseorang dapat di beri nilai positif jika penulisnya memang memahami apa yang ia tulis. Untuk penulis diatas dengan judul “Beriman Tanpa Rasa Takut”, adalah contoh penulis buku tentang Islam yang tidak mengerti tentang Islam. maka ia akan menulis dan menafsirkan menurut nafsu dan bisikan syaithan atas dirinya. Pesan saya, segera bertaubat dan belajar Islam dari 0 (nol) bersihkan hati dari kedengkian dan seringlah berdo'a kala sepertiga malam terakhir meminta hidayah dari Allah SWT Ya Allah beri hidayahMU pada penulis diatas dia ... dan jangan Engkau binasakan ia dalam nerakaMu….Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar