Minggu, 24 Januari 2010

ISRA’ILIYAT DALAM TAFSIR

A. Pendahuluan
Dalam ayat-ayat suci Al-Qur’an banyak dijelaskan tentang masalah bani israil, dimana orang-orang bani israil adalah orang-orang yahudi yang mempunyai kebudayaan yang sangat kuat terutama berkaitan dengan agamanya berdasarkan dengan Taurat dan begitu pula dengan orang-orang Nasrani mempunyai kebudayaan yang berkaitan dengan kitab Injil dan setelah lahirnya Islam kebanyakan orang-orang yahudi dan nasrani bernaung di bawah panji-panji Islam, namun pada hakekatnya mereka masih memakai sistim kebudayaan yang berkaitan dengan agamanya.
Sejarah ummat masa lalu yang terdapat dalam Taurat dan Injil diungkapkan kembali dalam Al-Qur’an terutama yang berkaitan dengan kisah-kisah para Nabi-nabi dan berita-berita umat dahulu. Tapi kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an itu, ungkapan maupun bahasanya luar biasa dan dapat dijadikan i’tibar dan pelajaran, namun tidak menyebutkan dengan terperinci bagian demi bagian seperti tanggal terjadinya, nama-nama negeri dan perorangan. Adapun Taurat mengemukakan dan menguraikan dengan terperinci, begitu juga Injil.
Israiliyat dalam pada mulanya menunjukkan kisah yang diriwayatkan dari sumber Yahudi, akan tetapi dipergunakan juga oleh ulama tafsir dan hadits dengan membenarkan sebagian cerita-cerita Yahudi bahkan lebih luas daripada itu kemudian cerita-cerita tersebut dimasukkan ke dalam Tafsir yang kira-kira memiliki sumber di percaya dan sebagian dari besar dari golongan Yahudi yang masuk Islam, baik dari kalangan Sahabat maupun Tabi’in dan mereka inilah di sebut sumber-sumber primer dari Israiliyat.
Kalau dilihat dari sisi sejarah bahwa pada masa sahabat tidak ada yang mengambil berita-berita dari Ahlul Kitab sekalipun ada sangatlah sedikit jumlahnya, akan tetapi pada masa Tabi’in semakin banyak orang Yahudi yang masuk Islam dan semakin besar keinginan ahli-ahli Tafsir mengisi tafsirnya dengan kisah-kisah Isra’iliyat .
Dengan masuknya ahli kitab itu ke dalam Islam, maka terbawa pulalah bersama mereka kebudayaan tentang berita-berita dan kisah-kisah agama. Ketika mereka membaca kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an, maka mereka itu mengemukakan pula dengan terperinci uraian-uraian yang terdapat dalam kitab-kitab mereka .
Sahabat-sahabat Nabi tertegun mendengar kisah-kisah yang di kemukakan oleh ahli kitab. Namun mereka tetap menurut perintah Rasulullah SAW.’’ Jangan benarkan Ahli Kitab dan jangan kamu dustakan dan katakanlah’ Kami percaya kepada Allah dan apa-apa yang diturunkan kepada kami’’. kadang-kadang terjadi diskusi antara sahabat dengan dengan ahli Kitab mengenai uraian yang terperinci, adakalanya sahabat menerima sebagian dari apa yang di kemukakan oleh ahli kitab selama masalah ini tidak menyangkut akidah dan tidak berhubungan dengan hukum-hukum . Berangkat dari permasalahan di atas maka dalam tulisan ini akan mencoba membahas mengenai, pengertian Israiliyat, Sumber-sumber Israiliyat dalam dimensi sejarah, kelaripikasi Israiliyat dalam Tafsir, Hukum meriwayatkan Israiliyat, Dampak Israiliyat dalam tafsir serta Pandangan para Ulama mengenai Israiliyat dalam Tafsir.
B. Isra’illyat Dalam Tafsir
1. Pengertian
Ditinjau dari segi bahasa, kata ‘’Israiliyat‘’ (bentuk jamak dari kata Israiliyat) yang berarti “Hamba Tuhan”. Kata ini merupakan nama lain dari Yakub saat itu, kemudian istilah ini berkembang menjadi kata “Israil”. Kata Israil adalah menunjukan suatu kaum yang berbangsa yahudi. Sejarah perubahan makna istilah ini adalah, Yakub As. memiliki putra sebanyak dua belas orang, salah satu yang menonjol dari sekian banyak anaknya bernama yahuda. Bangsa yahudi adalah keturunan dari Yakub As. Oleh karena faktor keturunan tersebut, sehingga bangsa yahudi disebut dengan Israil, kata ini mengambil nama sebutan dari Yakub sebagai nenek moyang mereka .
Kata Israiliyah mengalami perkembangan dalam pengertiannya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Azhabi dalam Rosihan Anwar. Menurutnya bahwa definisi Israiliyah memiliki dua pengertian, yaitu: (1) Israiliyah adalah kisah dan dongen kuno yang disusupkan dalam tafsir yang dikembalikan pada sumbernya, yaitu yahudi, nasrani atau yang lainya; (2) Israiliyah adalah cerita-cerita yang disusupkan ke dalam tafsir dan hadist oleh musuh-musuh islam.
Kemudian Amin khuli mengemukakan pendapatnya tentang Israiiliyah adalah imformasi-imformasi yang berasal dari Ahli Kitab yang menjelaskan tentang nas-nas Al-Qur’an atau Hadits . Depinisi-depinisi yang di kemukan oleh para ahli ini sangat berbeda dari segi redaksinya dan berbeda pula dari segi isi, perbedaan itu terutama pada materi dan sumber Israiliyat, para ulama sepakat bahwa Israiliyat berisi unsure-unsur luar yang masuk kedalam Islam akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang isi materinya, yaitu ada yang menyebutnya secara umum yaitu yang berupa apa saja dan ada yang menyebuitnya secara khusus yang berupa kisah-kisah, dongeng-dongeng dan khurapat.
Berdasarkan pernyataan diatas ternyata materi Israiliyat bersipat netral yaitu bias berpa kisah-kisah atau dongeng-dongeng ada juga yang sejalan dengan Islam dan ada juga yang tidak sejalan dengan Islam, namun perlu diingat bahwa pada umumnya kisah-kisah Israiliyat cerita-cerita dan dongeng-dongeng buatan non muslim yang masuk kedalam Islam .
2. Sumber–sumber Israiliyat dalam Tafsir
Kalau kita membaca dan memahami ayat-ayat suci al-Qur’an banyak ditemukan didalamnya kisah-kisah orang-orang pada zaman terdahulu yang menjadi pelajaran berharga bagi ummat Islam, kisah yang terdapat dalam kitab suci tersebut bukan hanya menerceritakan tentang kisah para Nabi atau Rasul akan tetapi ada juga yang bukan dari Nabi dan Rasul yaitu kisah Zulqarnain, Ashabul Kahfi dan lain-lain, dan begitu pula dengan kitab-kitab sucinya orang Nasrani yang terdiri dari kitab perjanjian lama dan baru menceritakan hal yang sama .
Dalam menceritakan kisah tersebut Al-Qur’an memiliki pola yang berbeda yaitu hanya mengambil bagian-bagian kisah yang membawa pelajaran dan nasehat dan tidak mengungkapkan permasalahan secara terperinci . Dan disinilah awal mulanya kisah-kisah Isra’illiyat masuk kedalam tafsir pada zaman sahabat oleh orang yahudi, setelah mereka masuk Islam ada beberapa orang yahudi yang menjadi sumber masuknya Isra’illiyat kedalam tafsir yaitu Abdullah Ibn Salam, Ka’ab Ibn Al-Ahbar dan lain-lain yang pada umumnya mempunyai pengetahuan yang luas tentang kebudayaan Yahudi .
Berdasarkan uraian diatas maka jelaslah bahwa sumber masuknya Isra’illiyat kedalam Tafsir sebenarnya berasal dari literatur ahli Kitab yang kebanyakan kisah yang bersumber dari orang-orang Yahudi, atau orang Islam yang dahulunya pernah memeluk agama itu. Beberapa di antara shahabat Nabi memang ada yang dahulu berasal dari agama itu, Misalnya Abdullah Ibn Salam, Ka'ab Al-Ahbar dan Wahab ibn Munabbih.
Barangkali para Sahabat yang masuk Islam tidak bermaksud menyampaikan cerita-cerita bohong, sebab selama mereka memeluk agama Islam, kisah-kisah itulah yang mereka punya. Ketika ada ayat Al-Quran menyinggung kisah yang sama, mereka pun memberi komentar berdasarkan apa yang mereka baca di kitab-kitab mereka sebelumnya. Kalau pun ada kebohongan atau dusta, bukan terletak pada shahabat, melainkan dusta itu sudah ada sejak lama dalam agama mereka sebelumnya. Mereka hanya mendapatkan imbas yang tidak enak dari agama lama mereka.
3. Klarifikasi Israiliyat dalam Tafsir.
Mengingat kisah Israiliyat adalah berita-berita yang diambil dari Bani Israil, Yahudi atau dari kalangan orang-orang Nashrani, berita-berita ini terbagi menjadi 3 kategori: Pertama, Israiliyat yang sejalan dengan Islam. Kedua, Israiliyat yang tidak sejalan dengan Islam, Dan Ketiga Israiliyat yang tidak masuk pada keduanya (maukuf) . Dalam klaripikasi ini mengacu pada pada keterangan Nabi .
Dalam kontek ini bisa saja Nabi tidak secara langsung memberikan keterangan seperti itu akan tetapi pemahaman para ulama’ terhadap keterangan Nabi, karena pada kenyataanya tidak semua imformasi sejalan dengan syariat Islam melainkan ada pemalsuan dan pemalsuan ini terjadi di dalam tafsir seiring dengan tersebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia, sama halnya seperti pemalsuan yang terjadi pada Hadits Rasulullah SAW.
Muhammad Husain al-Dzahabi, mengkelaripikasikan Isra’illiyat dengan tiga sudut pandang :
a. Sudut pandang kualitas sanad
Sudut pandang ini memperlihatkan dua bagian yaitu Isra’illiyat yang shahih dan Isra’illiyat yang dhaif, adapun Israiliyat yag shahih seperti riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Katsir, dalam tafsirnya dari Ibnu Jarir al-Thabari, dari Al-Mutsanna, dari Utsman Ibn Umar, dari Fulaihah, dari Hilal Ibn Ali, dari Atha Ibn Abi Rabbah, Atha berkata;
‘’Aku bertemu dengan Abdullah Ibn Umar Ibn Ash dan bertanya, ‘’Ceritakan olehmu kepadamu tentang sifat Rasulullah SAW.yang diterangkan dalam Taurat.’’Ia menjawab, ‘’Tentu demi Allah, yang diterangkan dalam Al-Qur’an.’’ Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar genbira, pemberi peringatan dan pemelihara yang ummi; Engkau hambaKu; Namun dikagumi; Engkau tidak kasar dan tidak pula keras. Allah tidak akan mencabut nyawamu sebelum agama tegak lurus, yaitu setelah diucapkan Tiada Tuhan yang patut di sembah selain Allah, dengan perantara engkau pula Allah akan membuka hati yang tertutup, membuka telinga yang tuli, dan membuka mata yang buta’’ .

Kemudian Isra’illiyat yang dhaif, seperti lapaz Qaf pada Qur’an Surat Qaf Ayat 1 yang di sampaikan oleh Ibnu Hatim dari ayahnya, dari Muhammad Ibn Ismail, dari Lait Ibn Abi Salim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang menyebutkan sebagai Berikut :
Dibalik bumi ini, Allah menciptakan sebuah lautan yang melingkupinya dibalik lautan itu Allah telah menciptakan pula gunung-gunung yang bernama Qaf langit dan bumi ditegakkan diatasnya. Dibawahnya Allah menciptakan langit yang mirip dengan bumi ini yang jumlahnya tujuh lapis . Kemudian, dibawhnya lagi, Allah menciptakan gunung yang bernama Qaf. Langit keduantya ini ditegakkan diatasnya . Sehingga jumlah semuanya tujuh lapis bumi, dan tujuh lapis lautan, tujuh lapis gunung dan tujuh lapis langit .

b. Sudut pandang kaitannya dengan Islam
Sudut pandang kaitannya dengan Islam memperlihatkan tiga bagian Pertama, Isra’illiyat yang sejalan dengan Islam yang menjelaskan tentang sifat-sifat para Nabi adalah tidak kasar dan tidak keras, Kedua, Isra’illiyat yang tidak sejalan dengan Islam yang menggambarkan tentang kekuatan yang tidak layak dilakukan oleh seorang Nabi seperti meminum arak,dan Ketiga, Isra’illiyat yang tidak masuk bagian pertama dan kedua seperti yang disampaikan oleh Ibnu Abbas dari Kaab al-Akhbar dan Qatadah dari Wahab Ibn Munabbih tentang orang yang pertama kali membangun Ka’bah yaitu Nabi Syit as .
c. Sudut pandang materi
Dalam sudut pandang ini memperlihatkan beberapa bagian, yaitu Pertama, Isr’illiyat yang berhubungan dangan materi akidah, contohnya Isra’illiyat yang menjelaskan firman Allah :
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggamanNya.Dan Maha suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka sekutukan. (QS.al-Zumar/39:67)
Israiliyat ini menjelaskan bahwa seorang ulama Yahudi datang menemui Nabi dan mengatakan bahwa langit diciptakan diatas jari. .
Kedua, Israiliyat yang berhubungan dengan hukum, contohnya adalah israiliyat berasal dari Abdullah Ibn Umar yang berbicara tentang hukum rajam dalam Taurat. Ketiga, Isra’illiyat yang berhubungan dengan kisah-kisah.
4. Hukum meriwayatkan kisah Israiliyat
Adapun hukum meriwayatkan israiliyat para ulama menimbulkan pendapat yang kontradiktif yaitu ada ulama yang membolehkan dan yang ada yang melarang.
a. Dalil-dalil yang melarang
(1). Dalil-dalil dari Al-qur’an
Pertama, Berkenaan dengan orang-orang Yahudi, Allah telah berfirman dalam Qur’an :
                           

Artinya: “…..dan (juga diantara) orang-orang Yahudi amat suka mendengar(berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan, “Jika diberikan ini (yang diubah-ubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini maka berhati-hatilah…”(QS.Al-Maa’idah/5:41)

Kedua, Allah secara tegas mengungkapkan perilaku orang-orang Nasrani dalam Al-Qur’an:
                          

Artinya:“Dan di antara orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani”, ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang telah mereka peringatkan dengannya, maka timbullah permusuhan dan kebencian diantara mereka sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberikan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan”. (Q.S.Al-Maa’idah/5:14)

(2) Dalil-dalil dari Hadts dan Atsar Sahabat.
Pertama, Dalil dari hadits Nabi SAW.
Abu Hurairah r.a telah berkata, “Sesungguhnya Ahli Kitab itu membaca kitab Taurat dengan bahasa Ibrani dan menafsirkannya untuk umat Islam dengan bahasa Arab.”Lalu Rasulullah SAW.bersabda:

لا تُصَدِّ قُوُااَهْلَ الْكِتَابِ وَلا تُكَذِّ بُوْهُمْ وَقُوْالُوْ آمَنَّا بِاللهِ وَمَا اُنْزِلَ اِلَيْنَا...(رواه البخاري)
Artinya: Janganlah kamu membenarkan Ahli Kitab, dan jangan pula mendustakannya dan katakanlah olehmu, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang telah diturunkan kepada kami…(HR.Bukhari)
Hadits ini memberikan pengertian, hilangnya kepercayaan terhadap apa yang diriwayatkan oleh Ahli Kitab tentang kitab Taurat dan sesuatu yang tidak dapat dipertcaya, tentu tidak boleh pula meriwayatkannya.
Kedua, Dalil dari Atsar Sahabat
Umar Ibn Khattab r.a. telah melarang Ka’ab al-Ahbar berkisah tentang ummat dahulu dan mengancam akan memulangkannya ke negerinya.’Umar berkata kepadanya:
لَتَتْرُكَنَّ الْحَدِيْثَ عَنِ اْلاَوَّلِ أَوْلألْحِقَنَّكَ بِأَرْضِ الْقِرَدَةِ.
Artinya:“Akankah engkau tinggalkan berkisah tentang ummat dahulu, atau akan kupulangkan engkau ketanah kera!”

Ramzi Na’naah berkata,” Yang dimaksud dengan tanah kera ialah negeri Yaman .
Atsar Umar Ibn Khattab terkesan cukup keras, itu memberi pengertian bahwa apa yang diceritakan oleh Ahli Kitab seperti Ka’ab al-Ahbar yang berasal dari agama Yahudi itu tidak dipercaya
b. Dalil-dalil yang membolehkan
(1) Dalil-dalil dari Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an ada yang menunjukkan kebolehan megembalikan persoalan kepada kitab Taurat dan memutuskan hukum dengannya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Yunus ayat 94:
             

Artinya: “Jika kamu(Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu…”(Q.S.Yunus/10:94)

(2) Dalil-dalil dari Hadits dan Atsar Sahabat
Pertama, Dalil dari Hadits
عَنْ عَبْدِا للهِ بْنِِ عَمْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ¬¬بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوْا عَنْ بَنِيْ اِسْرَائِيْلَ وَلاَ حَرَجَ وَمِنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَارِ. (رواه البخارى)
Dari’ Abdullah Ibn’Amr r.a. ia mengatakan bahwa Nabi SAW.telah bersabda,’’ Sampaikanlah olehmu apa yang kalian dapat dariku walaupun satu ayat. Ceritakan tentang Bani Israil dan tidak ada dosa padanya. Barang siapa yang sengaja berbohong kepadaku maka bersiaplah dirinya untuk mendapatkan tempat didalam Neraka” (H.R. Bukhari)
Hadits di atas dengan tegas menjelaskan bahwa kita ummat Islam dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Untuk menceritakan Bani Israil dan dinyatakan bahwa itu tidak berdosa dengan demikian berarti kita boleh meriwayatkan kisah-kisah Israiliyat.
Kedua, Dalil dari Atsar Sahabat
“Abdullah Ibn Salam telah datang kepada Nabi SAW, lalu ia berkata:
إِنِّيْ قَرَأْتُ الْقُرْآنَ وَالتَّوٍرَاةَ فَقَالَ: إِقْرْأْ هَذَا لَيْلَةً وَهَذَا لَيْلَةً.
“Saya suka membaca Al-Qur’an dan Taurat. Lalu Nabi SAW.bersabda,Bacalah Al-Qur’an pada malam ini dan baca pula Taurat pada malam berikutnya.”
Riwayat tersebut menunjukkan bolehnya membaca kitab Taurat sekalipun hanya untuk menambah wawasan.
5. Dampak Isra’illiyat dalam Tafsir
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa munculnya Isra’iliyyat (terlebih pada zaman Tabi’in dan setelahnya) telah menghilangkan ke-tsiqah-an pada banyak kitab Tafsir. Karena yang demikian dapat merusak kekayaan khazanah Tafsir Al-Qur’an, dan mencoreng muka sebagian Shahabat yang mulia, dan para Ulama terkemuka, karena sebagian riwayat Isra’iliyyat ini disandarkan kepada mereka, atau (dengan dalih) bahwa merekalah yang menukilkan dari Ahli Kitab. Dan juga dapat memberikan kesempatan musuh-musuh Islam untuk mencela agama Islam dan Kaum Muslimin, bahwasanya umat ini tidak dapat mengklarifikasi suatu khabar yang datang dan tidak dapat membedakan antara khabar yang benar maupun yang dusta.
Menurut al-Dzahabi jika Isra’illiyat itu masuk dalam dalam khazanah tafsir Qur’an, maka akan dapat menimbulkan dampak negatif, yaitu :
Pertama, Dalam Israiliyat terdapat unsur penyerupaan pada Allah, peniadaan pada Nabi dan Rasul dari dosa, karena mengandung unsur tuduhan perbuatan buruk yang tidak pantas bagi orang yang adil, terlebih sebagai Nabi, kalau masalah ini tidak di antisipasi berdasarkan akidah yang kuat maka akan merusak akidah kaum muslimin.
Kedua, Isra’illiyat akan memberi kesan bahwa Islam seolah mengandung khurafat dan penuh dengan kebohongan yang tidak ada sumbernya dan ini sudah jelas akan memojokkan dan merusak citra Islam.
Ketiga, Isra’illiyat menghilangkan kepercayaan pada ulama’ Salaf, baik dari kalangan Sahabat maupun Tabi’in .
Keempat, Isra’illiyat dapat memalingkan manusia dari maksud dan tujuan yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Oleh karena itu wajib bagi para Mufassir untuk memiliki kepekaan ketika membaca riwayat-riwayat yang dinisbahkan kepada para tabi’in, terlebih ketika menganalisa riwayat dari Ahli Kitab. Dan hendaklah menjauhi tafsiran-tafsiran yang tidak masuk akal dan menyalahi nash-nash yang shahih. Dan jika memungkinkan, sebaiknya menjauhi khabar atau riwayat yang dinukil dari Bani Isra’il, karena yang demikian itu lebih utama dan lebih selamat, daripada terpuruk ke dalam kehinaan.
6. Pandangan para ulama tentang Israiliyat
Di dalam menyikapi masalah Isra’illiyat dalam Tafsir ada beberapa pendapat para ulama’ yang bisa diambil sebagai bahan perbandingan walaupun cerita-cerita atau kisah-kisah Isra’iliyat dalam kitab tafsir diantara mereka memiliki pemahaman dan pandangan yang kontadiksi artinya ada Ulama yang membolehkan ada pula yang menolak cerita-cerita itu, namun minimal kita sudah memiliki pandangan tentang masalah ini kalau cerita-cerita Isra’illiyat yang bertentangan dengan syari’at maka kita boleh tidak mngambil pelajaran didalamnya kemudian sebaliknya kalau cerita-cerita Isr’illiyat itu tidak sesuai dengan syariat Islam maka dengan sendirinya kita berhak untuk tidak mengambil pelajaran didalamnya.
Menurut Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Muqaddimah fi ushul al-Tafsir, Isra’iliyat dapat dibagi menjadi tiga bagian, Pertama, cerita isra’illiyat yang shahih, itu boleh diterima. Kedua, Isra’iliyat yang dusta yang kita ketahui kedustaanya karena bertentangan dengan syari’at maka itu harus ditolak,. Ketiga, isra’iliyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya, itu didiamkan, itu didiamkan dan tidak juga dibenarkan. Jangan memgimami dan jangan pula mendustakannya.
Sedangkan menurut Subhi Ash Shalih, kisah-kisah Isra’iliyat dalam tafsir kebanyakan lemah, kelemahanya tegasnya bukan karena isra’iliyat itu kebanyakan mawukuf, yaitu tidak menyebutkan apa-apa tentang Nabi, tetapi karena isi pokok israiliyat itu ganjil, cacat
Sementara itu, Ibn Al-Arabi memandang perlu membedakan anatara isra’iliyat yang berkenaan dengan Ahli Kitab dan tidak berkenaan dengannya, Jenis pertama, dapat diterima karena dianggap sebagai pengakuan seseorang terhadap dirinya, yang tentu lebih mengenal dirinya sendiri dan jenis Kedua, dapat diterima dengan syarat pembawa berita (rawi) dan materinya diteliti terlebih dahulu .
Namun dalam masalah isra’illiyat apakah diterima atau tolak cerita itu menurut jumhur ulama’ berpendapat Pertama, mereka dapat menerima isra’iliyat selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits. Kedua, mereka tidak menerima kisah tersebut selama bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Ketiga, tawaqquf, atau mendiamkannya (tidak menolak dan tidak membenarkannya) berdasarkan hadits yang di rwayatkan oleh Abu Hurairah, berikut ini, “ Janganlah kalian menganggap benar keterangan Ahli Kitab itu tetapi jangan pula menganggapnya bohong. Katakanlah, “ Kami Beriman kepada Allah dan kepada Kitab yang ditunkan kepada Kamu .
Dari beberapa pendapat diatas, ada beberapa ukuran atau pedoman yang bisa kita terapkan sebagai standar untuk menerima atau menolak kisah israiliyat. Yang utama adalah bila kisah itu bertentangan dengan kisah yang ada dalam Al-Quran atau hadits nabi SAW. baik bertentangan dari alur cerita, logika maupun dasar-dasar aqidah maka kita harus menolaknya, sebab dari segi aqidah agama kita relatif agak sama dengan agama mereka. Seperti tentang Allah, rasul, kitab dan hari akhir. Perbedaan yang mendasar ada pada masalah teknis ibadah ritual. Sementara masalah aqidah tetap sama.
Karena kita bisa menjamin seratus persen kebenaran aqidah kita, maka bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai penyelewengan aqidah agama Islam. Bila dari segi aqidah Islam terlihat jelas pertentangannya, maka kita bisa pastikan bahwa kisah israiliyat itu bohong dan dusta serta tidak bisa diterima. Atau bila dari segi iman kepada Nabi bahwa Nabi itu adalah hamba yang taat, lalu kita terima kisah dari mereka menceritakan bahwa ada Nabi yang mabok, berzina, stres dan lainnya, sudah bisa kita pastikan bahwa kisah dari mereka itu tidak benar.
7. Kesimpulan
Israiliyat adalah berita-berita yang diambil dari Bani Israil, yahudi (kebanyakannya) dari kalangan orang-orang Nashrani, berita-berita ini terbagi menjadi 3 kategori: Pertama, Berita yang diakui Islam dan dibenarkannya (ini adalah haq) Kedua, Berita yang di ingkari Islam dan didustakan (ini adalah bathil) berita yang tidak diakui Islam dan tidak pula di ingkarinya (ini wajib untuk berhenti membicarakannya). Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: “Ahli Kitab biasanya membaca taurat dengan bahasa Ibrani lalu menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada umat Islam. Maka Rasulullah SAW berkata, ‘Janganlah kalian benarkan Ahli Kitab dan jangan pula mendustakannya tapi katakanlah (firman Allah SWT).
Begitu pula dengan pendapat ulama mereka juga memberikan kontribusi pemikiran yang kontradiksi, dimana ada yang mengatakan isra’iliyat dalam kitab tafsir boleh diterima asalkan sesuai dengan syariat dan sebalikya kalau isra’iliyat tersebut tidak sesuai dengan syariat maka ditolak, namun ada juga yang mengatakan kisah-kisah Isra’iliyat dalam tafsir kebanyakan lemah, kelemahanya tegasnya bukan karena isra’iliyat itu kebanyakan mawukuf, yaitu tidak menyebutkan apa-apa tentang Nabi, tetapi karena isi pokok israiliyat itu ganjil, cacat dan tidak konsisten.
Mengingat dalam kisah isra’iliyat ini beberapa pendapat menimbulkan kontradiksi yang berbeda-beda, maka perlu sikap kehati-hatian dalam melihat sekaligus memahami kisahnya karena kalau tidak akan memberikan pengaruh yang besar bagi eksistensi ajaran Islam, karena dalam Israiliyat terdapat unsur penyerupaan pada Allah, peniadaan pada Nabi dan Rasul dari dosa, karena mengandung unsur tuduhan perbuatan buruk yang tidak pantas bagi orang yang adil, terlebih sebagai Nabi, kalau masalah ini tidak di antisipasi berdasarkan akidah yang kuat maka akan merusak akidah kaum muslimin. Kemudian Isra’iliyat juga akan memberi kesan bahwa Islam seolah mengandung khurafat dan penuh dengan kebohongan yang tidak ada sumbernya dan ini sudah jelas akan memojokkan dan merusak citra Islam serta dapat memalingkan manusia dari maksud dan tujuan yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

DAFTAR KEPUSTAKAAN


Anwar Rosihan, 1999, Melacak Unsur-Unsur Israiliyah Dalam Tafsir Athabaari Dan Tafsir Ibnu Katsir. Bandung: Pustaka
Badruzzaman, 2005, Dimyathi, Ahmad, Kisah-kisah Isra’illiyat Dalam Tafsir Munir. Bandung: Sinar Baru
Ichwan, Nor, Mohammad, 2008, Studi Ilmu Al-Qur’an, Bandung: RaSail Media Grup
Juynboli, A, H-, 1999, Kontroperesi Hadits di Mesir(890-1960). Bandung: Mizan
Qathan, Manna’, Al-, 1999, Pembahasan Ilmu Al-Qu’an jilid 2, Bogor: Rineka Cipta
________, 2007, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bandung: Lentera Antar Nusa

Supiana-Karman, M, 2002, Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Islamika

Syadali, Ahmad- Rofi’I, Ahmad, 2006, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia

1 komentar:

  1. kitab taurat dan injil juga dari Allah,lain soal klu misal sudah dipalsukan/diubah2 oleh rahib2 mereka....klu israiliyah itu cerita yg ditambah2in oleh org2 yahudi..

    BalasHapus